Selasa, 09 Agustus 2011

Malu ternyata adalah sebagian dari Iman


Jika kita perhatikan, mengapa manusia dikatakan sebagai mahluk yang paling mulia jika dibandingkan dengan mahluk-mahluk lainnya, maka tidak lain karena manusia itu dikaruniai akal pikiran. Dengan karunia akal pikiran itulah manusia mempunyai rasa malu.
Rasulullah bersabda yang artinya
                “Malu itu sebagian dari iman’’
                Pengertian dari rasa malu itu sendiri menurut bahasa adalah perubahan dan peralihan manusia karena takut atau khawatir terhadap sesuatu perbuatan yang menyebabkan tercela oleh orang lain bagi dirinya. Sedangkan menurut syara’ yang disebut malu adalah perangai yang membangkitkan seseorang untuk menjauhi perbuatan-parbuatan buruk dan mencegah dirinya dari melengahkan hak bagi pemiliknya. Dengan demikian, maka malu itu menjadi sebagian dari iman yang dapat mengekang  seseorang dari perbuatan-perbuatan ma’siat.
              
Islam telah mengingatkan kepada umatnya agar memperhatikan rasa malu, karena rasa malu ini dapat meningkatkan ahlaknya. Dan keistimewaan Islam, ialah menjadikan rasa malu itu  bagian dari iman, serta menjadikan ahlak mulia sebagai keistimewaan yang menonjol dalam Islam.
Sebagaimana Rasulullah saw. Bersabda
                “Sesungguhnya semua agama itu mempunyai ahlak, dan ahlak Islam itu perangai malu”
                Orang yang mempunyai rasa malu, senantiasa dapat menahan diri dari perbuatan yang mengganggu manusia dan tidak mau menuturkan kata-kata yang keji dan buruk. Orang yang tidak mempunyai sifat malu, rendah ahlaknya dan tak sanggup memegang nafsu.
Dari Abu Sa’id Al Khudzri ia berkata yang artinya
                “Adalah Rasulullah saw. Lebih pemalu dari gadis dalam pingitan. Dan bila terjadi sesuatu yang tidak disukainya, kami dapat mengenal dari wajahnya” 
Sifat malu itu terbagi menjadi tiga bagian
1.       Yang pertama adalah malu kepada dirinya sendiri
Orang yang merasa malu kepada dirinya sendiri karena melihat dirinya sangat sedikit sekali amal ibadahnya dan ketaatannya kepada Allah dibandingkan dengan orang lain, kemudian menyesal dan malu kepada dirinya sendiri. Rasa malunya mendorong untuk meningkatkan amal ibadah dan mengabdikannya kepada Allah dan umat.
2.       Yang kedua adalah malu kepada manusia
Orang merasa malu kepada manusia, tidak kepada dirinya, berarti merendaahkan diri. Apabila seseorang  malu kepada manusia, tertahan juga dirinya dari mengerjakan kejahatan. Maka walaupun dia tidak memperoleh pahala yang sempurna, lantaran malunya bukan kepada Allah, dapat juga diharap kebaikan untuknya dari Allah, karena terpeliharanya dari kejahatan, walaupun karena malu kepada manusia.
3.       Yang ketiga adalah malu kepada Allah
Malu itu menimbulkan kesan-kesan yang baik. Apabila seorang malu kepada Allah berbahagialah hidupnya. Karena orang yang malu kepada Allah tiada berani mengerjakan kesalahan dan meninggalkan kewajiban, selama ia mempercayai bahwa Allah senantiasa memperhatikannya.
                Apabila direnungkan isi hadits yang menyatakan”bahwa malu itu sebagian daripada iman”, nyatalah dalam pribadi yang mempunyai sifat rasa malu dalam arti yang benar, sangat berpautan dengan iman. Namun, apabila rasa malu itu telah hilang,seperti hilangnya warna hijau pada buah yang segar karena matang, tanda bahwa buah itu akan segera dimakan orang ataupun mahluk hidup lainya.
Ada sebuah hadits Bukhari yang artinya
                “apabila engkau tidak merasa malu lagi, maka perbuatlah apa yang engkau kehendaki”
                Dalam hadits tersebut, dijelaskan bahwa jika tidak mempunyai rasa malu, maka perbuatan apa saja bisa kita lakukan, namun hal itu sangat bertentangan dengan Islam,  yang tentunya didalamnya diajarkan berbagai peraturan yang harus ditaati oleh seluruh umat Islam di Dunia, kita tidak bisa berbuat dengan seenaknya sendiri, semau kita.
                Nabi saw pernah menjumpai seorang yang sedang mencela saudaranya karena malu. Dia mengatakan "Rasa malu itu telah memudaratkanmu". Maka Rasulullah saw pun berkata "Biarkan dia, karena malu itu termasuk keimanan".
                Dikisahkan oleh Aisyah
                Suatu ketika Rasulullah saw pernah berbaring di rumahku dalam keadaan tersingkap dua paha atau dua betis beliau. Kemudian, Abu Bakar meminta izin menemui beliau, beliau mengizinkan sementara masih dalam keadaan demikian. Merekapun berbincang-bincang. 
                Kemudian, Umar datang dan meminta izin untuk menemuinya, beliaupun mengizinkan dan masih tetap dalam keadaannya.
                Lalu, datanglah Utsman dan meminta izin untuk menemui beliau. Beliaupun langsung duduk dan membenahi pakaian. Rasulullah berkata, " Aku tidak mengatakan bahwa hal ini terjadi dalam satu hari". Setelah Utsman pulang, Aisyah menanyakan hal tersebut. Rasulullah menjawab "Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikatpun merasa malu kepadanya?". Dalam riwayat lain " Sesungguhnya Utsman itu orang yang pemalu. Aku khawatir jika aku mengizinkan dia masuk sementara aku masih dalam keadaan seperti tadi, dia tidak akan bisa menyampaikan keperluannya kepadaku". 
               Ini menunjukan bahwa malu itu adalah sifat yang terpuji dan termasuk sifat yang dimiliki oleh para malaikat. Akan tetapi, bila justru mencegah pemiliknya dari melaksanakan kewajiban atau menjatuhkannya pada keharaman, mendorong berbuat kemaksiatan, atau menghalangi untuk menyampaikan kebenaran, maka hakikat ini bukanlah malu, melainkan sifat lemah.